Jumat, 11 Februari 2011

Batu Bara, Bahan Bakar Cair Berdampak Negatif

Untuk mengatasi kelangkaan bahan bakar, banyak orang bereksperimen mencari bahan bakar alternatif yang fungsinya sama dengan bahan bakar pada umumnya. Selain bahan bakar alternatif untuk memasak, ada bahan bakar alternatif untuk kendaraan. Salah satunya, batu bara. Batu bara berpotensi sebagai bahan bakar cair pengganti minyak, solar, dan bensin. Teknologi mengubah batu bara menjadi bahan bakar cair disebut teknologi liquifaksi (pencairan).
Pencairan batu bara yang dicampur dengan bahan kimia tertentu lainnya akan menghasilkan cairan tertentu. Cairan tersebutlah yang akan dikilang menjadi bahan bakar, seperti minyak. Negara-negara seperti Afrika Selatan dan Cina telah menjalankan pencairan batu bara atau liquifaksi tersebut.
Afrika Selatan dan Cina
Di Afrika Selatan, sudah terdapat perusahaan yang menangani pencairan batu bara. Perusahaan tersebut adalah SASOL. SASOL memproduksi bahan bakar cair dari batu bara sebanyak 150.000 barel per hari. Dari bahan bakar batu bara tersebut, Afsel dapat memenuhi kebutuhan 50 persen bahan bakar kendaraan pengganti BBM. Cina juga memproduksi bahan bakar dari batu bara. Sebuah perusahaan terbesar di Cina, Shen Hua Group, bekerja sama dengan perusahaan Amerika, Headwaters Technology Innovation (HTI), untuk pencairan batu bara.
Indonesia
Di Indonesia, upaya produksi mengubah batu bara menjadi bahan bakar cair belum dilaksanakan. Pada 2004, terdapat wacana untuk membangun pabrik pembuat bahan bakar cair tersebut. Namun, pelaksanaannya masih belum terwujud. Meski telah terbukti batu bara berpotensi menjadi bahan bakar cair pengganti BBM sebagai bahan bakar untuk kendaraan, pencairan batu bara dianggap menimbulkan masalah lingkungan. Yang lebih parah, pencairan batu bara akan meningkatkan efek pemanasan global.
Pencairan batu bara tentu membutuhkan energi dan batu bara dalam jumlah besar. Satu ton batu bara yang dikonversi menjadi bensin menghasilkan 2 barel bensin. Karena dibutuhkan jumlah yang banyak, penambangan batu bara harus dilakukan. Beberapa pihak di Amerika menilai bahwa penambangan batu bara yang terus dilakukan dapat membahayakan lingkungan sekitar penambangan.
Limbah yang berasal dari penambangan batubara dapat mencemari air tanah. Kadar asam dan racun yang tinggi dari limbah dapat mengkontaminasi air tanah sehingga berdampak pula bagi kehidupan di sekitarnya. Proses konversi batu bara menjadi bahan bakar cair juga dinilai menghasilkan emisi dua kali lebih besar dibanding bensin biasa. Tentunya, ini akan meningkatkan polusi udara.
Karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran batu bara di pabrik dan batu bara cair yang sudah dijadikan bahan bakar kendaraan berjumlah lebih besar dibanding pemurnian minyak mentah menjadi bensin, diesel, dan bahan bakar lainnya. Air yang dibutuhkan dalam jumlah banyak saat proses mengubah batu bara menjadi bahan bakar cair juga dapat mengancam persediaan air.
Dengan dasar tersebut, penggunaan batu bara sebagai bahan bakar cair dinilai belum efektif. Meski ada keuntungan karena batu bara dapat mengganti kelangkaan minyak, bensin, dan bahan bakar lainnya, akibat yang ditimbulkan dari pencairan batu bara justru lebih berbahaya. Selain itu, efek pemanasan global terhadap bumi akan meningkat apabila pencairan batu bara terus dilakukan.